Jakarta - Tentang kasus praperadilan Istri salah soerang hakim di Sulteng bersama rekan bisnisnya TC di PN Denpasar yang melawan Polda Bali. Kini aktivis dari Pengurus Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PC-KMHDI) buka suara. KMHDI menyebut Komisi Yudisial harus segera memanggil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dan istri seoranh hakim yang bekerja di Sulteng karrna mereka diduga melakukan pelanggaran etik..
"Saya sepakat dari beberapa kawan-kawan yang bicara di media mulai dari DPR RI, Akademisi, Praktisi Hukum agar Komisi Yudisial segera memanggil Ketua PN Denpasar yeng sehatusnya memberikan masukan kepada istri ketua PN Parigi Moutong agar tak menjadi kuasa hukum istrinya. Hal tersebut lantaran banyaknya kecemasan publik soal keputusan hakim nantinya terhadap istri pejabat tersebut, " kata Ketua PC KMDI, Guswaw dikutip dari www.teropongistana.com Rabu (21/6/2023).
Dikatakan Guswaw, pihaknya bersama dengan aktivis mahasiswa yang ada di Denpasar juga telah melakikan diskusi-diskusi tentang persoalan yang dihadapi oleh seorang janda dua anak karena hak merk dagangnya digunakan pejabat istri hakim tersebut. Kata Guswau bersama kawan-kawan lain sepakat untuk melakukan pendampingan atau advokasi dalam membela janda dua anak tersebut.
"Saya yakini ada penegakan hukum yang tidak sesuai dengan marwah equality before the law. Kita sepakat dengan mahasiswa lain di Dnpasar untuk mendampingi kasus ini agar mempunyai keadilan, " tutur Guswau
Baca juga:
Rekam Jejak Anies di Jakarta
|
"Sehingga kedepan kasus seperti ini menjadi atensi serius tanpa memandang siapa yang mengakses hukum itu sendiri. Kendatipun itu anak petani akses terhadap hukum harus sama. Jangn sampai juga kasus ini menjadi keraguan generasi muda kedepan untuk memulai membuka usaha. Karena dengan begitu gampang penguasa merampas hak milik rakyat biasa, " jelas Guswau.
Selain itu, Giswau juga menyoroti penetapan istri seorang hakim yang menjadi tersangka bersama patnernya dalam mater praperadilan. Saat praperadilan istri hakim tersebut memberikan surat kuasa kepada suaminya yaitu Ketua PN Parigi Moutong yang juga seorang hakim sebagai pendamping dalam isi surat tersebut.
"Lalu surat kuasa ini di kabukan oleh ketua PN Denpasar dengan menerbitkan akta kuasa insidentil. Ini yang patut dipertanyakan ada apa akta kuasa insidentil ini sebegitu perlunya di terbitkan oleh ketua PN Denpasar. Itu untuk kepentingan seorang hakim dalam persidangan praperadilan istrinya, " tegas Guswau.
Seperti diketahui Polda Bali menyematkan tersangka atas Ny. OH dan TAC hingga mereka berdua melakukan praperadilan ke PN Denpasar. Kasus ini bermula dari usaha makanan ringan milik Ny. Teni warga Denpasar Bali yang diduga dipakai oleh orang lain merk dagangnya.
Baca juga:
Tony Rosyid: Jangan Ada Revolusi Lagi
|
Ny. Teni adalah seorang janda beranak dua yang sudah lama ditinggal oleh suaminya yang sudah meninggal dunia. Dimana dia mengais rejeki untuk menghidupi keluarga dan dua anaknya, dengan membuat makanan ringan, dia memproduksi industri rumahan demi sesuap nasi dan keberlangsungan hidupnya beserta kedua anaknya.
Bagi Ny. Teni inilah harapan masa depan hidup dan kehidupan anak anaknya kelak, meskipun mungkin bagi orang lain usaha rumahan tersebut terbilang kecil tapi baginya adalah sangat berarti karena menjadi satu satunya penghasilan yang diandalkan.
Karena melihat ada perkembangan dari usaha makanan ringannya, sang ibu pun memberanikan diri untuk mengurus merk dagang miliknya yang dirintis dari awal tersebut.
Ternyata tidak mudah butuh pengorbanan dan juga biaya untuk mengurus merek dagang tersebut hingga akhirnya mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM dengan nama Fettucheese.
"Klien kami mendaftarkan karena merasa merk tersebut membangunnya dengan susah payah, jangan sampai dipergunakan oleh orang lain, " ujar kuasa hukum F.E. Abraham, kepada wartawan.
Apa yang dirisaukan tersebut malah terjadi, merek dagang tersebut digunakan orang lain, merasa telah dimiliki maka sang ibu pun sempat memproesnya namun tidak juga diindahkan, lalu masalah ini dimediasikan terhadap penggunaan merk tersebut oleh pihak tertentu tapi tidak digubris.
Kemudian dilayangkan somasi, juga sama tak ada hasil hingga akhirnya kasus merek dagang ini masuk keranah penegak hukum yang kini sedang ditangani oleh Polda Bali.(J.Sianturi/Hadi)